ngayogyakarta

Penurunan Angka Stunting Tak Bisa Ditawar, BKKBN Dukung Pelatihan Pelayanan Kontrasepsi

Kamis, 21 Juli 2022 | 07:48 WIB
Kepala BKKBN saat mengunjungi pelayanan kesehatan reproduksi dan kontrasepsi di RSUP dr Sardjito Yogyakarta. (Rahajeng Pramesi/Ayoyogya.com)

SLEMAN, AYOYOGYA.COM -- Kasus stunting atau kekerdilan pada anak di Indonesia masih tergolong tinggi. Sementara stunting menyebabkan keterbelakangan dari sisi pertumbuhan serta perkembangan kecerdasan.

Stunting membuat terhambatnya mendapatkan generasi yang berkualitas. 

Maka dari itu gerakan pencegahan dan pengurangan stunting masih terus dilaksanakan.

Kepala Badan Kependudukan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dr. Hasto Wardoyo Sp.OG(K) mengutarakan, masih tingginya angka stunting menjadi tantangan bagi Indonesia dalam mewujudkan pembangunan manusia yang berkualitas menuju generasi emas 2045.

Hasto menyatakan penyediaan layanan program Keluarga Berencana (KB) sebagai salah satu kunci strategis tidak hanya dalam upaya percepatan penurunan stunting, namun menekan angka kematian ibu dan anak.

Baca Juga: Penurunan Kasus Stunting Pertengahan 2021 Berjalan Lambat, Ini Solusi BKKBN

"Hasil Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) menunjukkan prevalensi stunting di Indonesia tahun 2021 telah menurun menjadi 24,4 persen dari 37,8 persen pada tahun 2013. Namun, angka ini masih lebih tinggi dari toleransi maksimal stunting yang ditetapkan oleh WHO," kata Hasto saat melakukan kunjungan kerja pelatihan bagi pelatih pelayanan kontrasepsi bagi dokter dan bidan di fasilitas pelayanan kesehatan di RSUP Dr Sardjito Jogja, Rabu (20/7/2022). 

Menurut Hasto, program KB berkontribusi dalam mengatur jarak kehamilan dan pencegahan terjadinya kehamilan yang tidak direncanakan serta kehamilan yang berisiko akibat kehamilan. 

Dengan demikian, penyediaan layanan program KB menjadi salah satu intervensi efektif dan hemat biaya dalam mengurangi beban penyakit pada kesehatan ibu dan anak yang tentu pada akhirnya juga akan mendukung penurunan prevalensi stunting melalui pencegahan lahirnya anak beresiko stunting.

"Dalam satu tahun terdapat 4,8 juta orang yang melahirkan di Indonesia. Dari jumlah itu yang mau kontrasepsi hanya 29 persen. Setelah lahir, mau hamil lagi? ndak mau. Ditanya mau kontrasepsi, ndak juga. Ini butuh edukasi pascapersalinan," imbuh Hasto. 

Baca Juga: Gunungkidul Miliki Kasus Stunting Tertinggi, Ini Solusi BKKBN DIY

Program KB, lanjutnya, juga penting untuk percepatan penurunan prevalensi stunting, sebagaimana Presiden Joko Widodo telah mencanangkan target optimistis menjadi 14 persen pada tahun 2024. Hal ini kemudian dikonkritkan dengan penetapan Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting di bulan Agustus 2021.

Hasto memandang, percepatan penurunan stunting memerlukan strategi dan metode baru yang kolaboratif dan berkesinambungan mulai dari hulu hingga hilir.

Saat ini BKKBN telah bergerak untuk melakukan koordinasi dan kolaborasi serta menyusun strategi yang paling efektif untuk mempercepat penurunan stunting dengan menekankan pada  penajaman intervensi melalui pendampingan pra nikah, hamil dan masa interval. 

Halaman:

Tags

Terkini