Logo ini bukan hanya karya visual, melainkan juga representasi filosofi pendidikan nasional.
Setiap warna, garis, dan lekuk dalam logo menggambarkan nilai-nilai Pancasila, karakter unggul, serta semangat kebangsaan yang menjadi dasar terbentuknya generasi Indonesia yang tangguh dan berdaya saing global.
Proses pembuatan logo tersebut ternyata tidak memakan waktu lama, hanya tiga hingga empat hari. Namun, Diyan mengaku bahwa bagian tersulit justru pada tahap riset dan eksplorasi ide.
“Eksekusi desain bisa selesai dalam beberapa jam, tetapi menemukan makna dan bentuk yang tepat itu membutuhkan waktu lama,” ujarnya.
Bagi Diyan, desain bukan sekadar hasil karya teknis. Ia meyakini bahwa desain terbaik lahir dari pemahaman mendalam, niat tulus, dan doa. Setiap goresan yang ia buat merupakan refleksi dari cinta terhadap pendidikan dan negeri.
Kemenangan Diyan menjadi bukti bahwa santri dan alumni pesantren memiliki peran penting dalam dunia kreatif dan teknologi.
Ia berharap keberhasilannya dapat membuka jalan bagi lebih banyak santri untuk berani berkarya dan menunjukkan kemampuan di tingkat nasional.
“Harapan saya, Sekolah Garuda bukan hanya proyek jangka pendek, tapi jembatan pendidikan unggul yang menjangkau anak-anak di seluruh pelosok negeri,” ucapnya penuh semangat.
Diyan juga berpesan agar kampus Islam lebih terbuka terhadap bidang-bidang kreatif seperti Desain Komunikasi Visual (DKV).
“Akan luar biasa jika UIN memiliki jurusan DKV. Banyak santri dan mahasiswa Islam punya potensi besar di dunia kreatif,” tambahnya.
Diyan memberikan apresiasi kepada Ditjen Saintek atas penyelenggaraan kompetisi yang terbuka, profesional, dan transparan. Ia menilai bahwa dari tahap administrasi hingga penjurian, semuanya berjalan dengan adil dan akuntabel.
“Ini contoh baik bagi lomba-lomba nasional yang melibatkan publik. Prosesnya jelas, penilaiannya objektif,” ungkapnya.
Kini, setiap kali melihat logo Sekolah Garuda terpampang di berbagai media, Diyan teringat masa-masa di pondok, malam-malam panjang saat ia menggambar dengan kuas sederhana dan penuh mimpi besar.
Perjalanan dari seorang santri Gontor hingga menjadi pemenang lomba nasional menegaskan bahwa spiritualitas dan kreativitas dapat berjalan beriringan.
“Setiap garis adalah doa,” ucap Diyan lirih.
Artikel Terkait
Kukuhkan Pengurus BKM, Menag: Jaga Masjid dari Politisasi
Menag Laporkan 100 Persen Jemaah Sudah Lunasi Biaya Haji Reguler
Lepas Keberangkatan Jemaah Haji, Ini Pesan Menag Yaqut Cholil Qoumas
Menag Nasaruddin Umar Klarifikasi dan Minta Maaf soal Pernyataan tentang Guru
Sertifikasi Guru Tuntas, Menag Nasaruddin Umar Tegaskan Negara Hadir Sepenuhnya
Menag Jenguk Korban Robohnya Majelis Taklim Ashobiyyah di Bogor
Capaian Opini WTP ke-9, Menag: Program Kemenag Harus Menjawab Kebutuhan Rakyat
Mantan Menag Lukman Hakim Beberkan Alasan Dibalik Mendesaknya Pembentukan Ditjen Pesantren
Bersama Basarnas dan Pemda, Menag Kawal Penanganan Korban Ambruknya Bangunan
Menag: Sekolah Garuda Buka Akses Pendidikan Unggul untuk Anak Perbatasan