ngayogyakarta

Seminar Jejak Peradaban, Generasi Muda Diajak Relevansikan Warisan Budaya di Tengah Disrupsi Digital

Minggu, 7 Desember 2025 | 13:12 WIB
Seminar Jejak Peradaban 2025 menempatkan kolaborasi lintas generasi sebagai kunci keberlanjutan budaya di tengah tekanan disrupsi digital. (dok.)

"Indonesia sebagai pengguna terbanyak media sosial harus mampu mengisi ruang itu dengan budaya kita. Giliran kita yang membanjiri media sosial dari mancanegara dengan budaya kita," ucap GKR Bendara.

Para narasumber memperkuat pandangan bahwa keberlanjutan budaya membutuhkan inovasi dan keberanian untuk memodernisasi kemasan produk.

Priyo Salim dari Salim Perak Kotagede menceritakan bagaimana industri perak pernah mencapai level kesejahteraan tertinggi pada masa HB VIII, salah satunya berkat keterbukaan keraton yang memicu kreativitas masyarakat.

"Industri perak Kotagede pernah mengalami masa keemasan pada masa pemerintahan Sri Sultan Hamengkubuwono VIII. Periode ini ditandai dengan tingkat kesejahteraan pengrajin yang sangat tinggi, bahkan melebihi kemampuan pengusaha perak modern saat ini," ujar Priyo.

Ia berharap generasi muda dapat meneruskan kualitas kriya tersebut.

"Saya menyambut baik inisiatif generasi muda, dalam upaya melestarikan dan mengembangkan warisan budaya adiluhung perak Kotagede agar tidak tergerus oleh kemajuan zaman dan pengaruh desain luar," ujarnya.

Dari Subeng Klasik, Valeri Putri Hadiningrat menekankan bahwa modernisasi budaya bukan berarti meninggalkan nilai tradisi. Menurutnya, perhiasan tradisional bisa tampil segar bila dipadukan dengan gaya kontemporer.

"Kita bisa keren, kita bisa pakai untuk sehari-hari. Jadi saya pengen di sini anak-anak muda enggak malu lagi atau enggak merasa kalau budaya itu kuno atau ketinggalan zaman," ungkap Valeri.

Baca Juga: Pameran “Living Lines” Hadirkan Ragam Tafsir Seniman terhadap Alam

Sebagai informasi, tahun ini, seminar lebih banyak membahas praktik konkret pengelolaan warisan budaya yang dapat langsung diterapkan oleh UMKM, pelaku pariwisata, hingga lembaga pendidikan. Peserta diajak melihat bagaimana strategi pengemasan budaya pada era HB VIII dapat diterjemahkan ulang untuk menjawab tantangan digital dan ekonomi kreatif saat ini.

Melalui pendekatan kolaboratif tersebut, Keraton berharap masyarakat tidak hanya mengenal warisan budaya sebagai artefak masa lalu, tetapi sebagai sumber inspirasi dan nilai tambah ekonomi yang terus relevan lintas generasi. ***

Halaman:

Tags

Terkini