YOGYA, AYOYOGYA.COM – Seminar Jejak Peradaban 2025 menempatkan kolaborasi lintas generasi sebagai kunci keberlanjutan budaya di tengah tekanan disrupsi digital. Jika sebelumnya perbincangan lebih banyak bergerak pada ranah sejarah, tahun ini Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat menyoroti pentingnya kerja bersama antara keraton, pelaku usaha, dan generasi muda untuk menjaga warisan budaya tetap hidup dan berdaya saing ekonomi.
Mengangkat tema Resiliensi Budaya pada Era Disrupsi, seminar tidak hanya memaparkan perjalanan historis produk budaya pada masa Sri Sultan Hamengkubuwono VIII, tetapi juga mengupas bagaimana transformasi yang pernah dilakukan pada era tersebut dapat menjadi model relasi antara budaya dan industri hari ini. Agenda seminar dibarengi pameran akhir tahun Pangastho Aji: Perjalanan Sultan HB VIII, yang menampilkan ragam produk budaya keraton.
Penghageng Kawedanan Hageng Punakawan Nitya Budaya, GKR Bendara, menegaskan bahwa keterbukaan adalah fondasi pembaruan budaya sejak masa HB VIII.
"Seminar ini mencoba mengenalkan produk-produk yang dulu hanya bisa diakses di dalam keraton, namun semasa HB VIII bisa diakses semua orang," ucap GKR Bendara, Sabtu (6/12/2025).
Ia menambahkan, keterbukaan itu memungkinkan berbagai produk budaya—mulai dari jamu, perak, hingga jamuan, mampu hidup di tengah proses industrialisasi awal. Prinsip yang sama, menurutnya, relevan untuk diterapkan hari ini melalui kerja sama dengan UMKM dan pelaku pariwisata.
"Pariwisata itu cukup besar ya, tidak hanya perihal dodolan destinasi. Tetapi yang mereka lakukan adalah bagaimana bisa menceritakan tentang budaya kita, mengemas budaya kita menjadi produk pariwisata," ujarnya.
"Tentunya yang mereka harus lakukan adalah pertama mencari informasi dan mendapatkan informasi tentang budaya-budaya kita itu apa saja. Yang pasti mereka harus mau belajar tentang budaya," katanya menambahkan.
Menurut GKR Bendara, kerja lintas sektor ini memungkinkan produk keseharian seperti batik, jamu, dan perhiasan menjadi medium belajar budaya yang lebih dekat dan tidak menakutkan bagi generasi muda. Karena itulah, ia mendorong setiap pelaku usaha untuk merunut akar-akar budaya dalam proses kreatifnya.
"Mau itu produk perhiasan, mau itu fashion, ataupun bahkan kepada mebel dan lain sebagainya itu kita punya sejarahnya semua. Dan itu punya unsur yang berakar dari keraton maupun berakar dari lokal wisdomnya di DIY," ungkapnya.
Generasi Muda Punya Peran Besar, Media Sosial Jadi Kanal Pewarisan
Berbeda dari tahun-tahun sebelumnya, Seminar Jejak Peradaban dipadati peserta muda. Keraton menilai peningkatan minat ini sebagai peluang untuk memulai pola pewarisan budaya yang lebih dialogis dan relevan.
"Generasi Millenial dan Gen Z tidak jauh dari budaya. Mereka membutuhkan informasi yang akurat dan bertanggung jawab. Keraton hadir disana untuk memenuhi dari pertanyaan-pertanyaan yang ada," kata GKR Bendara.
Media sosial, ujarnya, menjadi ruang strategis yang harus diisi dengan konten budaya lokal.
Artikel Terkait
KAI Bandara Kenalkan Budaya Jawa Lewat Pertunjukan Tari Beksan Wanara di Kereta
Kenalkan Budaya, Color of Indonesia Bakal Gelar 2nd Yogyakarta Internasional Dance Carnival 2025
“Jagad’e Raminten”: Dokumenter tentang Cinta, Budaya, dan Keberagaman dari Yogyakarta
MAXi Yamaha Day 2025 Dibuka Meriah di Kudus, Tampilkan Budaya dan Produk Terbaru
Raminten Jamu, Joke & Jazz: Peringatan 100 Hari Hamzah Sulaiman Lewat Perpaduan Budaya
Film Musikal “Siapa Dia” Suguhkan Romansa, Sejarah, dan Budaya Pop dalam Empat Era
Rana Budaya #3: Arsip Budaya Lewat Lensa, 145 Karya Terpajang di TBY
Transformasi Layanan dan Budaya Ramah Dorong Citra Positif RS Bethesda di Ranah Digital
Transformasi Budaya: Jasa Marga Tinggalkan Infrastruktur Konvensional ke Infraculture
LSF Bangun Budaya Sensor Mandiri, Siapa Dia Tunjukkan Pentingnya Memilih Tontonan