YOGYAKARTA, AYOYOGYA.COM – Setelah merampungkan pembahasan peraturan daerah mengenai penyelenggaraan pemakaman, DPRD Kota Yogyakarta langsung tancap gas membentuk tiga panitia khusus (pansus) baru.
Pembentukan ini dilakukan dalam rapat paripurna yang digelar pada akhir pekan lalu dan menjadi langkah konkret dewan dalam mempercepat kinerja legislasi.
Ketua Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD Kota Yogyakarta, Ipung Purwandari, menegaskan bahwa legislasi merupakan salah satu tugas utama lembaga legislatif.
"Legislasi ini meliputi produk hukum. Terutama berupa peraturan daerah (perda) yang menjadi pedoman bagi aparatur dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Setiap aspek yang ada di masyarakat tentunya mengalami dinamika sehingga dibutuhkan pedoman hukum agar asas kemanfaatannya dapat terlindungi," jelas Ipung, Senin (29/9/2025).
Ia menjelaskan bahwa setelah tiga produk hukum berhasil dirampungkan, pembentukan pansus baru dapat dilakukan, tentunya dengan mempertimbangkan target Program Pembentukan Peraturan Daerah (Propemperda) dalam setahun. Selain itu, kesiapan naskah akademik juga menjadi faktor krusial dalam menentukan percepatan proses legislasi.
Adapun tiga pansus yang baru dibentuk kali ini akan menggarap tiga regulasi penting: Raperda tentang rumah susun, Raperda tentang pengelolaan kebudayaan, serta RaperDPRD mengenai kode etik DPRD Kota Yogyakarta.
Raperda rumah susun dipandang mendesak karena regulasi sebelumnya, Perda Nomor 2 Tahun 2016, dianggap sudah tidak relevan. Perubahan hukum nasional, seperti implementasi Undang-undang Cipta Kerja, menuntut adanya penyesuaian terutama dalam aspek perizinan bangunan.
"Kalau ada aturan yang sudah tidak sesuai dengan regulasi di atasnya, tentu perlu ada penyesuaian. Ini supaya masyarakat sebagai pihak yang menikmati layanan tidak mengalami keraguan. Ini salah satu contoh saja mengapa tugas legislasi cukup penting," tegas Ipung.
Sementara itu, regulasi mengenai pengelolaan kebudayaan diinisiasi karena Yogyakarta memiliki identitas kuat sebagai kota budaya. Menurut Ipung, perlunya regulasi ini juga dipengaruhi oleh banyaknya kegiatan budaya yang digelar oleh masyarakat dan dukungan dari status keistimewaan yang dimiliki kota ini.
Di sisi lain, revisi tata tertib DPRD melalui peraturan tentang kode etik dinilai penting dalam merespons tantangan kekinian yang dihadapi anggota dewan, baik sebagai penyelenggara pemerintahan, perwakilan politik, maupun sebagai representasi masyarakat.
Diperlukan panduan etis yang bisa mengatur perilaku para anggota dalam berinteraksi dengan masyarakat maupun dalam kapasitasnya di pemerintahan.
Ipung juga mengingatkan bahwa ketiga pansus yang telah dibentuk dibatasi oleh target waktu. Pihaknya menekankan bahwa seluruh proses pembahasan, mulai dari rapat dengar pendapat umum, diskusi internal hingga pembahasan bersama mitra kerja, harus selesai dalam tiga bulan.
"Jangan sampai lebih dari tiga bulan. Secara berkala kami akan memantau bagaimana kinerja anggota pansus," ujarnya.***