Selain tekanan kecepatan, Febry menyinggung sisi lain dinamika media lokal: tekanan sosial dari komentar publik kata Febri menjadi salah satu makanan utama hampir semua pengelola akun media sosial informasi lokal.
Jika terjadi kesalahan informasi ataupun dinilai kurang berimbang, maka serangan dari netizen tak bisa terhindarkan.
"Saya memegang @infobandungkota juga pasti pernah beberapa kali kena seranan netizen. Biasanya terkait dengan akurasi fakta di lapangan, atau juga konten yang sensitif, piomongeun," katanya.
Sebelumnya, ia menekankan bahwa menjaga kepercayaan warga kini menjadi prioritas utama di tengah ketatnya persaingan dan derasnya arus misinformasi. Prinsip dasar jurnalistik, menurutnya harus menjadi standar baru bagi kreator non-wartawan.
"Paling minimal harus tahu lah prinsip 5W plus 1H. Itu yang harus dipahami semua admin," katanya.
Prinsip kejurnalistikan lain yang menurutnya penting diketengahkan oleh pengelola akun homeless media adalah keberimbangan.
Kecepatan memang menjadi kunci, namun kredibilitas informasi dan keberimbangan jadi hal penting yang tak boleh dilewatkan lantaran juga akan berpengaruh kepada umur akun.
Jika diabaikan, bisa-bisa akun media sosial akan hilang lantaran direport kepada platform lantaran dinilai merugikan.
"Saya juga belajar klarifikasi. Karena kalau tidak ada klarifikasi untuk akun homeless mah gawat. Bisa direport. Ada juga banyak pihak-pihak yang mengancam," ujar Febry.
Diskusi kemudian mengerucut pada titik temu antara pemerintah kota dan media komunitas. Baik Yayan maupun Febry sepakat bahwa kolaborasi perlu difokuskan pada verifikasi data, kampanye edukatif, dan mekanisme pelaporan masalah yang lebih terstruktur.
Yayan menambahkan bahwa Pemkot Bandung telah menyiapkan ruang kolaborasi yang lebih luas, termasuk program Citizen Journalism yang memberi insentif bagi konten berkualitas.
Yayan juga memaparkan pemerintah membuka ruang apresiasi bagi pemilik akun homeless media lokal dalam bentuk kerja sama deng pemerintah.
Namun menurutnya skema kerja sama ini masih perlu dikaji lebih jauh agar tidak menimbulkan persepsi negatif di ranah legal.
"Kolaborasi kalau dengan media mainstream ini sudah berjalan. Tapi dengan new media saya masihencari pola. Kami sedang mencari cara termasuk dengan Ayobandung agar tepat. Karena niatnya bagus kalau caranya salah itu bisa menjadi masalah," kata Yayan.
Dia juga menegaskan bahwa pemerintah tidak hanya membutuhkan kecepatan informasi, tetapi juga narasi yang etis dan akurat agar isu lokal tidak berkembang menjadi kegaduhan digital.
Artikel Terkait
Kemenag Apresiasi Penjaga Kerukunan, Inilah Penerima Harmony Award di Era Pemerintahan Prabowo
VMS Studios Ramaikan JAFF Market, Umumkan Empat Film Unggulan untuk 2026
Tayang Tahun Depan, Visinema Hadirkan Nostalgia untuk Generasi Kini Lewat Film Na Willa
Jelang Natal, Pemuda Papua Ajak Masyarakat Jaga Kamtibmas dan Tolak Provokasi
Maxstream Bawa Karya Sineas Muda ke JAFF Lewat Tiga Film Pendek
Misteri dan Teror Jawa Mengintai dalam Janur Ireng
Dari Amerika ke Jogja: Love, Chaos, Kin Ajak Publik Refleksi Tentang Adopsi Etis dan Identitas
Dari Yogyakarta hingga Semarang, Yamaha Perkenalkan Excitement Riding pada Para Pemred
Suzzanna: Dosa di Atas Dosa Siap Hadir di Bioskop, Luna Maya Ungkap Tantangan Kembali Perankan Sosok Suzzanna
Akses Medan Terancam Banjir! Begini Aksi Cepat Jasa Marga Benahi Tol yang Amblas