“Ini agak berbahaya ketika tenaga kerja memasuki lapangan pekerjaan yang nilainya stagnan sehingga pekerja semakin menumpuk dan pendapatannya berkurang. Apalagi ketika masuk di lapangan jasa yang produktivitas rendah sehingga kondisi ekonomi seperti sekarang,” tegasnya.
Baca Juga: Entaskan Masalah Persampahan, PHRI DIY Pastikan Anggotanya Kelola Sampah secara Mandiri
Lalu apa yang bisa dilakukan untuk mengatasi dilema liberasi perdagangan dan deindustrialisasi? Ekonom sekaligus Rektor Universitas Paramadina, Didik Junaidi Rachbini, menyebut jawabannya adalah outward looking. Ia mencontohkan dengan model pembangunan industri angsa terbang atau flying geese model of industrialization yang menunjukkan 40 tahun yang lalu Jepang memimpin gerakan industrialisasi. Indonesia saat itu memiliki pendapatan di atas China.
Namun, hal itu kini berubah dengan China yang bahkan memimpin industri global bahkan Vietnam pun berada mengungguli Indonesia. “Kuncinya ada pada industri. Sekalipun ekonomi tumbuh 8%, tetapi industri hanya berkembang 3—4% dan banyak perdagangan sektor informal maka kemungkinan akan susah,” paparnya.
Untuk itu, ia menyebut investasi, industri, dan ekspor berperan penting dalam menumbuhkan ekonomi ke depan. Menurutnya, deindustrialisasi juga menimbulkan efek negatif seperti pengangguran yang kemudian dapat menelurkan sejumlah permasalahan sosial lainnya.
Yanuar Nugroho, menyebut angka pengangguran Indonesia sebenarnya mengalami perbaikan, tetapi muncul tren negatif pada awal tahun 2025 ini. Kasus pengangguran struktural memunculkan implikasi sosial seperti kemiskinan, kesenjangan sosial yang semakin melebar, penurunan kesejahteraan dan kualitas hidup, peningkatan konflik sosial, dan sejumlah dampak lainnya.
Menurutnya terdapat rekomendasi kebijakan yang perlu dilakukan oleh pemerintah melalui langkah jangka pendek, menengah, dan jangka panjang. “Jangka pendeknya dapat dengan revitalisasi kawasan industri dan infrastruktur pendukung. Jangka menengah dapat dengan mengembangkan pendidikan vokasi dan ditutup dengan investasi dalam inovasi riset industri untuk jangka panjang,” tuturnya.
Prof. M. Baiquni, M.A., Ketua Majelis Dewan Guru Besar Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (MDGB-PTNBH) Periode 2024—2025 menyebut Kuliah Bestari berjudul Liberalisasi Perdagangan, Industrialisasi, dan Pengangguran ini menjadi bentuk dari akademisi dan guru besar memberikan pemikiran dalam memberikan solusi atas persoalan bangsa melalui m gerakan menyalakan nurani bangsa. “Harapannya agar menghasilkan pendalaman terhadap kebijakan-kebijakan yang akan dilakukan kedepan,” harap Ketua Dewan Guru Besar UGM ini.
***
Artikel Terkait
BPBD DIY Siagakan Posko Bencana selama Libur Lebaran 2025
Jogja Jadi Sasaran Roadshow APIVITA, Kenalkan dan Edukasi Pengunjung dengan Skincare Alami Berbahan Madu
Kementerian Agama Bakal Jadikan Wakaf Hutan sebagai Program Prioritas di Berbagai Kota