Jumlah unitnya juga perlu diperbesar atau bahkan sebanding dengan SPBU yang sudah ada.
"Di pom mini hanya menjual BBM yang bersubsidi, SPBU hanya yang nonsubsidi. Mobil-mobil tidak akan ngantre di pom mini karena ruangnya kecil. Perbanyak saja jumlahnya seperti jumlah SPBU-SPBU,” usul senator asal DIY itu.
Selain itu, Gus Hilmy juga melihat upaya pendistribusian yang lebih tepat melalui aplikasi MyPertamina.
Namun kembali disayangkan, aplikasi tersebut baru benar-benar diaktifkan setelah kenaikan BBM.
Hal ini, menurutnya, menandakan bahwa banyak program yang belum dikoordinasikan secara matang.
“Di sisi lain, kalau pemerintah mengklaim bahwa aplikasi MyPertamina menjadi solusi agar pendistribusian BBM lebih tepat, semestinya ditunggu dulu hasilnya. Kalau berhasil ya diteruskan, kalau tidak berhasil, cari formula baru. Ini belum ada hasilnya, sudah dinaikkan. Ini menjadi pertanyaan kita, apakah tidak dikomunikasikan dan dikoordinasikan dengan baik?”, tambahnya.
Gus Hilmy juga mengungkapkan bahwa mensubsidi rakyat adalah tugas negara yang diamanatkan konstitusi. Menurutnya, patut disayangkan jika defisit APBN harus dibebankan pada rakyat.
“APBN itu digunakan untuk mensejahterkan rakyat. Kalau mensubsidi rakyat dikatakan sebagai pembebanan pada APBN, ini perlu dikoreksi. Itu kan amanat konstitusi tentang sistem perekonomian nasional. Dikuasai negara untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Rakyat kan sudah membayar pajak, itu cukup. Selebihnya dengan memompa BUMN mendapatkan keuntungan, memaksimalkan potensi alam dan wisata, memaksimalkan perikanan dan pertanian, beralih pada energi terbarukan, dan sumber-sumber pendapatan negara lainnya. Bukan malah membedani rakyat,” jelas salah satu pengasuh Pondok Pesantren Krapyak Yogyakarta tersebut.
Hal lain yang perlu dikoreksi lagi, menurut pria yang juga Katib Syuriah PBNU tersebut adalah menyamakan Indonesia dengan nagara lain dalam konsumsi BBM.
Menurutnya, di beberapa negara harga BBM tinggi karena tingkat konsumsi lebih banyak untuk industri, sementara di Indonesia, masyarakatnya lebih cenderung agraris dan maritim. Di sisi lain, pendapat perkapita juga berbeda.
Mengenai pengalihan subsidi, Senator asal DIY tersebut menyatakan bahwa subsidi BBM dengan bantuan sosial itu dua hal yang berbeda. Pemahaman bahwa satu subsidi dialihkan ke subsidi lain adalah hal keempat yang perlu dikoreksi.
“Subsidi BBM, subsidi migas, subsidi pendidikan, subsidi kesehatan, dan subsidi-subsidi lainnya, itu tidak saling berhubungan karena ada aturannya masing-masing. Subsidi BBM dikurangi, tidak kemudian menambah subsidi atau bantuan sosial. Apakah bantuan yang diterima masyarakat jumlah semakin besar atau jumlahnya bertambah? Ya, sama saja. Anggarannya sudah disiapkan. Begitu juga dengan subsidi pendidikan. Beasiswa LPDP, misalnya. Sudah disiapkan skemanya sendiri. Apakah anggaran untuk pendidikan menjadi 30 persen setelah kenaikan BBM?” tutup Gus Hilmy.
Artikel Terkait
Jogja dan Jateng Jadi Naik? Ini Update Daftar Harga BBM Terbaru di Seluruh Indonesia
Soal Harga BBM, Presiden Jokowi: Saya Sudah Terima Hitungan Kalkulasi, Tinggal Putuskan
Akhirnya! Pemerintah Resmi Naikkan Harga BBM, Pertalite jadi Rp10 Ribu/Liter
DPD KSPSI Desak Batalkan Kenaikan Harga BBM dan Revisi UMK DIY 2022
Presiden Jokowi: Pemerintah Putuskan Pengalihan Subsidi BBM untuk Bantuan Tepat Sasaran