YOGYAKARTA, AYOYOGYA-- Pada masa menjelang akhir pemerintahan Presiden Joko Widodo memberikan kejutan untuk rakyat Indonesia.
Kejutan yang tidak membuat rakyat bahagia namun berkebalikan membuat rakyat sengsara dengan secara resmi memutuskan kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM).
Tak tanggung-tanggung kenaikan sebesar 30 persen untuk jenis Pertalite dan 16 persen untuk jenis Pertamax serta Solar sangat mengejutkan rakyat Indonesia
Kebijakan ini sukses menyebabkan berbagai macam dampak negatif dalam kondisi masyarakat.
Baca Juga: 2024 Demokrat Bantul Komitmen Rebut 1 Fraksi di Legislatif
Dampak secara jelas seperti inflasi tak dapat terelakkan akibat harga kebutuhan pokok dipastikan naik, perekonomian warga yang semula sedang tertatih tatih bangkit kembali dijatuhkan lagi dengan kenaikan harga BBM.
"Kami sangat prihatin dimana rakyat bawah masih berjuang bertahan hidup akibat pandemi Covid-19 kini kembali dihajar dengan kenaikan harga BBM yang sangat tinggi. Sungguh ironis dan susah dipikirkan secara logika bagaimana bisa pemerintah memutuskan kebijakan menaikkan harga BBM disaat harga minyak dunia justru turun harga," terang Ketua DPD Demokrat DIY Hj Erlia Risti, SH dalam siaran pers Rabu (7/9/2022).
Hal yang tak kalah memprihatinkan adalah pengalihan subsidi BBM diarahkan pada bantuan sosial dibawah naungan Kemensos dan BPJS dengan skema Bantuan Langsung Tunai (BLT) dan subsidi upah pekerja serta beberapa bansos lain.
"Kami menilai pemerintah mendidik rakyatnya menjadi kaum peminta-minta yang selalu berharap bansos yang tidak seberapa nominalnya jika dibelanjakan dalam kondisi seluruh harga kebutuhan naik akibat harga BBM yang dinaikkan pemerintah," tegas perempuan wakil rakyat dari Gunungkidul ini.
Hal tak kalah penting lagi, imbuh Erlia sangat mengkhawatirkan kasus korupsi yang dilakukan oleh Mensos saat Covid-19 terulang kembali.
Baca Juga: Elektabilitas Meningkat, Demokrat DIY Buka Pendaftaran Caleg Berkualitas
"Sistem di Indonesia masih belum seluruhnya sadar dan siap menerima bansos ada yang amanah tapi tak sedikit yang curang bahkan dilakukan oleh pejabat tinggi negara yang seharusnya menjadi panutan. Resiko dari pemberian bansos ada banyak hal di antaranya tak tepat sasaran, rawan dikorupsi dan rawan konflik di masyarakat. Sementara peluang korupsi bansos sangat terbuka dilakukan oleh pejabat negara hingga aparat terendah desa," urainya lagi.
Senada, Sekretaris DPD Demokrat DIY, Mohamad Fuad Burhan secara tegas meminta pemerintah untuk bangun dan membelalakkan mata serta lihat lebih jauh bagaimana sengsaranya rakyat atas kebijakan yang telah dibuat.
"Tidak usah muluk-muluk mikir Ibu Kota Negara (IKN), tidak perlu bermimpi pembangunan Kereta Cepat yang canggih dan mewah seperti luar negeri tak perlu pula memaksakan diri menjalankan Program Strategis Nasional (PSN) jika membuat rakyatnya jadi mati kelaparan," tegas Fuad.