Pemangkasan Anggaran Perjalanan Dinas, Pakar UGM: Tidak Semua Sektor harus Dipangkas

photo author
- Kamis, 9 Januari 2025 | 13:08 WIB
Presiden Prabwo batasi perjalanan dinas luar negeri. (setkab.go.id)
Presiden Prabwo batasi perjalanan dinas luar negeri. (setkab.go.id)

Ia menambahkan bahwa tidak semua sektor harus dipangkas anggarannya. Menurut Wahyudi, saat ini Indonesia memiliki peluang emas untuk loncat menjadi negara maju karena adanya bonus demografi. Sektor-sektor yang terkait dengan kesehatan, pendidikan, dan layanan sosial perlu mendapatkan alokasi anggaran lebih banyak.

Namun, berdasarkan RAPBN 2025, anggaran dari sektor tersebut, seperti Kemendikbud Ristek dikurangi hingga Rp 15,7 triliun. Wahyudi menyayangkan kebijakan yang bertentangan dengan prioritas pemerintah tersebut. “Subsidi perguruan tinggi dikurangi sehingga PTN terpaksa harus menaikkan SPP. Kalau kita ingin menjadi negara maju, beri anak-anak pintar itu beasiswa agar mereka mendapatkan peluang lebih luas untuk belajar,” ujarnya.

Salah satu contoh kebijakan pemangkasan anggaran adalah realokasi anggaran saat pandemi COVID-19. Saat itu, pemerintah menerapkan refocusing anggaran di seluruh jajaran pemerintah pusat dan daerah. Perjalanan dinas yang tidak perlu dialih anggarkan untuk menangani COVID-19 dan memulihkan ekonomi. Perjalanan dinas digantikan dengan rapat daring, sedangkan stok oksigen, vitamin, dan obat-obatan diperbanyak.

Baca Juga: Meliuk-Liuk dengan Lexi LX 155 di Jalur Pantura Tarikan Gas Enteng, Nafas Mesin Panjang

Reformasi Birokrasi di Lingkup Pemerintahan

Perubahan dalam pemerintahan pusat akan berpengaruh sampai ke akarnya, yaitu pemerintahan daerah. Kebijakan pemangkasan anggaran perjalanan dinas sedikit banyak akan memengaruhi kinerja pegawai. Wahyudi berpendapat bahwa pemberlakuan kebijakan tersebut akan menjadi maksimal apabila sudah ada komitmen yang sangat kuat dari semua pejabat atau pegawai pemerintahan, baik di tingkat pusat, provinsi, maupun kabupaten dan kota. Hal itu tidak diungkapkan tanpa alasan. Selama ini, sangat sulit bagi pegawai negeri untuk diminta mengurangi dan menghemat anggaran perjalanan dinas tanpa mengurangi kinerja mereka.

Dalam kasus tersebut, pengurangan dana belanja untuk pegawai atau perjalanan dinas berimbas pada pengurangan kegiatan pegawai. Hal ini dikarenakan struktur tunjangan melekat pada kegiatan yang dikerjakan. Wahyudi khawatir, apabila pegawai diminta mengurangi perjalanan atau pengeluaran belanja untuk seminar dan sebagainya, pengurangan tersebut akan berpengaruh pada kualitas dan kuantitas kegiatan pemerintah.

Baca Juga: Merona Fest 2025 Hadirkan Sheila On 7 hingga Adhitia Sofyan, Targetkan 15 Ribu Penonton

Dalam penjelasannya, Wahyudi mengutip Gordon Tullock, salah satu ekonom Amerika, yang mengatakan bahwa pegawai organisasi publik memiliki kecenderungan menjadi budget maximizer. Berkebalikan dengan organisasi swasta, pegawai yang bisa menghemat akan mendapatkan insentif tambahan. Wahyudi menilai bahwa pegawai negeri cenderung memanfaatkan aset-aset negara selama tugas dan kinerjanya dinilai baik. “Pola atau mentalitas para birokrat seperti itu yang menjadi kendala. Tidak mungkin kita mengharapkan kinerjanya tetap sama, sementara insentif dan belanja perjalanan dinas dikurangi. Itu yang menjadi persoalan kita,” ungkap Wahyudi.

Wahyudi menilai bahwa penerapan kebijakan pemangkasan anggaran perjalanan dinas ini harus dibarengi dengan reformasi birokrasi. Reformasi birokrasi adalah upaya untuk melakukan pembaruan dan perubahan mendasar terhadap sistem penyelenggaraan pemerintah dalam rangka mewujudkan tata kelola pemerintah yang baik. Dalam konteks ini, Wahyudi menyinggung perihal reformasi birokrasi yang diberlakukan pada tahun 2008 oleh Menteri Keuangan saat itu, Sri Mulyani.

Pada saat itu, pemerintah memberi tambahan remunerasi tunjangan berupa Tunjangan Perbaikan Penghasilan (TPP) bagi pegawai negeri sipil (PNS). Sayangnya, penambahan tunjangan tersebut tidak dibersamai dengan target untuk meningkatkan kinerja dan pelayanan kepada publik.

Menurutnya, langkah pertama yang seharusnya diambil ialah mengaitkan antara indikator kinerja pegawai dengan tunjangan. Apabila catatan kinerja sudah memiliki indikator yang jelas dan dapat digunakan untuk memonitor kemampuan pegawai dalam melayani masyarakat, pegawai dengan kinerja yang tinggi diberi tambahan pendapatan. Begitu pula sebaliknya. 

Wahyudi menyarankan bahwa pemangkasan anggaran perjalanan dinas betul-betul didasarkan pada penilaian yang objektif. Pemerintah harus memastikan bahwa pegawai memang melakukan kunjungan dinas sesuai dengan Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD) tanpa memanipulasinya. Apabila masalah tersebut sudah diatasi, pemerintah dapat meninjau kembali efektivitas dari pelatihan dan kunjungan. Jika kunjungan tidak meningkatkan kinerja, maka ada baiknya anggaran tersebut dikurangi. “Kalau kita bisa memanfaatkan penilaian yang objektif untuk meningkatkan kinerja, saya kira ini akan sangat bagus,” pungkas Wahyudi. 

 

 

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Maria Wulan

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

X