ngayogyakarta

Keraton Yogyakarta Gelar Pawiyatan Konservasi, Upaya Jaga Koleksi Bernilai Sejarah

Sabtu, 13 Desember 2025 | 22:02 WIB
Keraton Yogyakarta untuk pertama kalinya menyelenggarakan Pawiyatan Konservasi Koleksi Keraton Yogyakarta sebagai upaya menjaga keberlanjutan warisan budaya yang tersimpan di berbagai museum. (Dok.)

“Kereta itu komponen cukup banyak, ada tekstil, ada kayunya, ada metalnya, ada kulitnya, sehingga ini cukup tricky. Ini yang kami coba, untuk paling tidak ada progreslah,” jelasnya.

 

Pawiyatan Konservasi Koleksi Keraton Yogyakarta digelar selama dua hari, yakni seminar pada Sabtu (13/12/2025) di ARTOTEL Suites Bianti dan workshop praktik pada Minggu (14/12/2025) di Kagungan Dalem Wahanarata, Museum Kereta Keraton Yogyakarta. Kegiatan ini melibatkan konservator museum se-DIY, perguruan tinggi, balai pelestarian kebudayaan, praktisi konservasi, serta masyarakat umum.

 

“Konservasi ini penting karena koleksi cagar budaya kita jumlahnya sangat banyak. Ini menjadi awal dari upaya yang lebih berkelanjutan,” ujar GKR Bendara.

Baca Juga: Mau Berburu Wisata Kuliner Jogja? Ini Daftar Sate Klathak Paling Hits dan Melegenda!

Sementara itu, Pengawas Kegiatan Pawiyatan Konservasi, Nyi R.Ry Noorsundari yang akrab disapa Ami, mengatakan kegiatan ini tidak hanya ditujukan untuk meningkatkan kapasitas internal Keraton, tetapi juga membuka pemahaman yang lebih luas bagi masyarakat dan pengelola museum lainnya.

 

“Salah satu tujuannya adalah agar masyarakat juga bisa memahami langkah-langkah yang harus dilakukan dalam melestarikan warisan budaya, terutama yang ada di museum. Berbagai koleksi yang tersimpan di dalamnya, mulai dari artefak arkeologi hingga karya seni,” ujar Ami.

 

Ami menjelaskan tantangan konservasi di Indonesia, khususnya di wilayah tropis, jauh lebih kompleks dibandingkan negara beriklim empat musim. Faktor suhu dan kelembapan tinggi, paparan cahaya, serangan serangga, serta penanganan koleksi yang kurang tepat menjadi penyebab utama percepatan kerusakan benda cagar budaya. Selain itu, keterbatasan sumber daya manusia bersertifikat dan besarnya kebutuhan anggaran konservasi juga masih menjadi persoalan di banyak museum.

 

Karenanya, pawiyatan ini tidak hanya bersifat teoritis, tetapi juga menitikberatkan pada praktik langsung agar peserta mampu melakukan tindakan konservasi secara mandiri.

 

“Kegiatan pelatihan ini sangat penting karena bukan sekadar teori, tapi juga praktik langsung agar staf museum mampu melakukan tindakan konservasi preventif maupun kuratif secara mandiri. Dengan staf yang terlatih, risiko kerusakan dapat diidentifikasi lebih dini, dan penanganan koleksi sesuai standar modern dapat diterapkan,” ungkapnya.

Halaman:

Tags

Terkini