AYOYOGYA.COM -- Mantan Menteri Agama, Lukman Hakim Saifuddin, menegaskan bahwa pembentukan Direktorat Jenderal (Ditjen) Pesantren merupakan kebutuhan strategis negara.
Menurutnya, lembaga ini tidak hanya penting untuk menjaga moderasi beragama, tetapi juga mendukung kemandirian pesantren sebagai salah satu pilar pendidikan Islam di Indonesia.
Hal tersebut ia sampaikan dalam Dialog Media bertajuk “Pesantren dan Kehadiran Negara” yang digelar di Jakarta.
“Sejak dulu, pesantren menjalankan tiga fungsi utama: pendidikan, dakwah, dan pemberdayaan masyarakat. Karena itu, pengakuan negara melalui undang-undang bukan sekadar rekognisi, melainkan juga proteksi terhadap eksistensi dan independensi pesantren,” ujar Lukman di Jakarta, Kamis, 25 September 2025.
Lukman menekankan bahwa negara memiliki kepentingan besar untuk memastikan pemahaman keagamaan masyarakat tetap berada dalam jalur moderat.
Ia mengingatkan bahwa salah satu dari tujuh ruhul pesantren adalah nilai nasionalisme, sehingga keberadaan Ditjen Pesantren berperan strategis untuk meneguhkan peran pesantren dalam menjaga keseimbangan beragama.
“Tidak ada pesantren yang anti terhadap nasionalisme. Justru nilai kebangsaan tumbuh kuat di pesantren. Moderasi itu ada di tengah, dan negara harus memastikan hal itu tetap terjaga,” tegasnya.
Direktur Pesantren, Basnang Said, yang juga hadir dalam dialog, menjelaskan bahwa inisiasi pembentukan Ditjen Pesantren sebenarnya sudah berjalan sejak 2017.
“Beberapa fraksi di DPR, seperti PPP dan PKB, mendorong lahirnya UU Pesantren. Namun hingga kini, Ditjen Pesantren belum terbentuk karena dianggap masih belum memenuhi sejumlah persyaratan,” paparnya.
Menurut Basnang, meski pesantren terbiasa hidup mandiri, negara tetap perlu hadir memberi dukungan. Salah satu bentuk dukungan bisa melalui program Makan Bergizi Gratis (MBG) agar peran pesantren dalam pendidikan, dakwah, dan pemberdayaan masyarakat bisa lebih optimal.
Pesantren dikenal sebagai lembaga pendidikan Islam yang mandiri. Mulai dari pengelolaan dapur, penyediaan makanan santri, hingga pembiayaan operasional, umumnya dilakukan dengan swadaya masyarakat.
Namun, Basnang menegaskan bahwa dukungan negara tidak akan mengurangi kemandirian pesantren.
Sebaliknya, kehadiran Ditjen Pesantren justru akan menjadi bentuk rekognisi, proteksi, sekaligus fasilitasi.
Dengan begitu, pesantren tetap berdiri kokoh sebagai lembaga independen, namun lebih berdaya dalam berkontribusi bagi bangsa.