Pameran Foto Bertajuk Ekspedisi Arah Singgah Fambi Mait Teme, Potret Perjuangan Masyarakat Adat dalam Merawat Alam dan Budaya

photo author
- Sabtu, 12 Oktober 2024 | 08:04 WIB
Pameran foto bertajuk Ekspedisi Arah Singgah Fambi Mait Teme di Institut Francais Indonesia (IFI-LIP) Yogyakarta pada 11-20 Oktober 2024. (Hartanto Rimba.)
Pameran foto bertajuk Ekspedisi Arah Singgah Fambi Mait Teme di Institut Francais Indonesia (IFI-LIP) Yogyakarta pada 11-20 Oktober 2024. (Hartanto Rimba.)

YOGYA, AYOYOGYA.COM - Pameran foto bertajuk Ekspedisi Arah Singgah Fambi Mait Teme menjadi wadah refleksi yang mendalam tentang keseimbangan alam dan budaya. Pameran ini diselenggarakan oleh TelusuRI di Institut Francais Indonesia (IFI-LIP) Yogyakarta pada 11-20 Oktober 2024, yang terbuka secara gratis untuk masyarakat umum.

 

TelusuRI menggelar pameran ini sebagai bagian dari ekspedisi mereka yang berfokus pada isu-isu lingkungan dan masyarakat adat, yang sering kali terpinggirkan dalam media arus utama. Dengan melibatkan sejumlah wilayah dari Sumatera Utara, Riau, Kalimantan Timur, Jawa Tengah, Bali, Nusa Tenggara Timur, Papua Barat Daya, hingga Papua, ekspedisi ini mendokumentasikan kisah-kisah unik tentang hubungan erat antara manusia dan lingkungan.

 

Kurator pameran, Ayos Purwoaji, menjelaskan bahwa Fambi Mait Teme, yang berarti "hutan adalah ibu" dalam bahasa Tehit, adalah hasil dokumentasi perjalanan dari Ekspedisi Arah Singgah yang dilakukan selama tiga episode dari 2022 hingga 2024. Ekspedisi ini berhasil menyuarakan kisah-kisah pribadi dan kolektif masyarakat adat yang memperjuangkan kelestarian alam sebagai bagian dari kehidupan mereka.

 

Program Officer TelusuRI, Amai Hendrawan mengatakan Ekspedisi Arah Singgah lahir dari keresahan terhadap penyempitan ruang hidup akibat maraknya industri ekstraktif, seperti perkebunan kelapa sawit, pembalakan liar, dan pertambangan. Dampak dari industri ini mengancam keberlanjutan ekosistem dan mengurangi ruang hidup bagi masyarakat adat yang telah hidup selaras dengan alam secara turun-temurun.

 

"Pameran ini sangat spesial dilakukan dari tahun 2022 sampai 2024 keliling Indonesia dari sudut pandang yang berbeda dari media arus Utama. Sebagai mana manusia ada hubungan harmonis dengan alam," ujarnya.

 

Di tengah ancaman tersebut, masyarakat adat justru menjadi garda terdepan dalam menjaga kelestarian alam. Mereka mempertahankan tradisi seperti perladangan berpindah yang ramah lingkungan, memanen hasil hutan non-kayu seperti rotan, nipah, dan madu, serta menjaga keseimbangan alam tanpa merusak tanah. Konsep ekonomi restoratif yang mereka jalankan memberikan solusi untuk merawat alam sebagai sumber kehidupan sekaligus menjaga tradisi budaya.

 

Melalui karya-karya fotografi dalam pameran ini, pengunjung diajak untuk menyelami makna mendalam dari alam sebagai sumber kehidupan dan identitas masyarakat adat.

 

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: arri widiarto

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

X