Pratikno dan Ari Dwipayana Membuat Demokrasi Sekarat, Mahasiswa Fisipol UGM Minta Maaf Kepada Rakyat Indonesia

photo author
- Senin, 12 Februari 2024 | 16:17 WIB
FISIPOL UGM, Keunggulan dan prospek karirnya.
FISIPOL UGM, Keunggulan dan prospek karirnya.

YOGYAKARTA  - Mahasiswa Departemen Politik dan Pemerintahan (DPP) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol) Universitas Gajah Mada (UGM) meminta maaf atas nama Menteri Sekretaris Negara Pratikno, dan Koordinator Staf Khusus Presiden, Ari Dwipayana, kepada masyarakat Indonesia.

Permintaan maaf itu disampaikan melalui surat terbuka Mahasiswa DPP Fisipol UGM lintas generasi, kepada Pratikno dan Ari Dwipayana, yang dinilai menjadi bagian dari kekuasaan saat ini yang telah membuat demokrasi sekarat.

Dalam surat yang terdiri atas 3 halaman itu, mahasiswa DPP Fisipol UGM mengingatkan Pratikno dan Ari Dwipayana selaku guru yang telah mengajarkan tentang demokrasi Indonesia sebagai berkah yang harus dijaga keberlangsungannya.

"Izinkan kami menuliskan surat ini untuk menyampaikan rasa cinta sekaligus kecewa. Rasanya baru kemarin kami mendengar ceramah Pak Tik dan Mas Ari di kelas mengenai demokrasi. Kami diyakinkan bahwa demokrasi merupakan sebuah berkah yang harus kita jaga selalu keberlangsungannya," demikian bunyi salah satu petikan surat terbuka Mahasiswa DPP Fisipol UGM Lintas Generasi, tertanggal 11 Februari 2024.

Para mahasiswa mengingatkan tentang ajaran Pratikno dan Ari Dwipayana tentang Indonesia telah bertransformasi dari salah satu simbol otoritarianisme terbesar di dunia menjadi salah satu negara demokrasi paling dinamis di
Asia.

Transisi ini ditandai beberapa hal, mulai dari penarikan angkatan bersenjata dari politik, liberalisasi sistem kepartaian, pemilu yang jurdil, kebebasan berbicara, kebebasan pers, dan hal-hal lainnya.

Semua itu tidaklah mudah dilakukan di negara dengan masyarakat majemuk, yang pada saat itu sedang berjuang untuk pulih dari dampak krisis keuangan. Karena itu, semuanya sangat patut disyukuri. Sayangnya, lebih dari 20 tahun sejak datangnya berkah tersebut, demokrasi Indonesia justru mengalami kemunduran.

"Melihat situasi perpolitikan Indonesia saat ini, rasanya kami semakin resah, sama seperti Mas Ari yang khawatir dengan harga tinggi demokrasi atau seperti Pak Tik yang resah dengan otoritarianisme Orde Baru seperti disampaikan dalam beberapa tulisan di masa lalu," isi surat tersebut.

Mahasiswa Fisipol UGM kemudian menjelaskan keresahan mereka yang sejak 2019 telah turun ke jalan untuk memprotes banyak hal yang dirasakan mengancam demokrasi, seperti revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Undang-Undang Cipta Kerja, dan revisi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).

Kini, disaat perhelatan Pemilu 2024, mahasiswa Fisipol UGM kembali resah karena menyaksikan demokrasi sedang menuju ambang kematiannya. Pasalnya, rakyat disuguhi serangkaian tindakan pengangkangan etik dan penghancuran pagar-pagar demokrasi yang dilakukan oleh kekuasaan.

Disebutkan, para penguasa tanpa malu menunjukkan praktik-praktik korup demi langgengnya kekuasaan. Konstitusi dibajak untuk melegalkan kepentingan pribadi dan golongannya.

"Melihat ini semua, rasanya demokrasi Indonesia bukan hanya sekadar mundur atau pun cacat, tetapi sedang sekarat. Kita melihat bersama, bahwa kekuasaan telah merusak pagar yang menjaga agar demokrasi tetap hidup dan terus dapat dirayakan," bunyi kutipan surat tersebut.

Menyadarkan Kekuasaan
Terkait hal itu, mahasiswa Fisipol UGM menilai, menjadi keharusan bagi seluruh pihak untuk menyadarkan kekuasaan atas perbuatannya, termasuk Pratikno dan Ari Dwipayana selaku kaum intelektual.

"Tolong bantu kami mengingat, bukankah peran yang Pak Tik dan Mas Ari ambil dalam pusaran kekuasaan adalah suatu bentuk upaya untuk menjawab tantangan tersebut?" tanya para mahasiswa.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Asep Dadan Muhanda

Tags

Rekomendasi

Terkini

X