Honorarium Kader Posyandu Jadi Sorotan di Pembahasan RAPBD 2026

photo author
- Jumat, 31 Oktober 2025 | 11:19 WIB
Nasib para kader pos pelayanan terpadu (posyandu) menjadi fokus dalam pembahasan anggaran untuk RAPBD 2026 bersama Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta. (dok.)
Nasib para kader pos pelayanan terpadu (posyandu) menjadi fokus dalam pembahasan anggaran untuk RAPBD 2026 bersama Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta. (dok.)

YOGYAKARTA, AYOYOGYA.COM - Nasib para kader pos pelayanan terpadu (posyandu) kembali menjadi sorotan. Mereka yang selama ini aktif melayani masyarakat di berbagai wilayah, dianggap belum mendapatkan penghargaan yang setimpal, terutama terkait honorarium dan tunjangan transport. Isu ini menjadi fokus dalam pembahasan anggaran untuk RAPBD 2026 bersama Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta.

Rapat kerja yang dipimpin oleh Ketua Komisi D DPRD Kota Yogyakarta Darini berlangsung cukup dinamis. Pengabdian kader posyandu dianggap belum sepenuhnya dihargai oleh pihak eksekutif, meski kiprah mereka di masyarakat sangat penting.

Anggota Komisi D DPRD Kota Yogyakarta Choliq Nugroho Aji menegaskan bahwa posyandu secara kelembagaan sudah setara dengan Lembaga Kemasyarakatan Kelurahan (LKK). “Untuk LKK yang lain alokasi anggaran seperti honorarium sudah teranggarkan. Tetapi mengapa posyandu ini seolah dianaktirikan, padahal kiprahnya di masyarakat sudah tidak diragukan,” tandasnya. Ia menekankan bahwa keberadaan posyandu sudah diatur dalam Permendagri 18/2018 dan didukung oleh peraturan daerah, selaras dengan lembaga kemasyarakatan lainnya.

Senada, anggota Komisi D lainnya Tri Waluko Widodo menyebut bahwa meski sudah menanyakan hal tersebut kepada Bappeda, hingga kini belum ada kepastian kapan kader posyandu akan menerima apresiasi yang layak. “Dari Bappeda katanya masih dilakukan kajian. Tapi sampai kapan kajian itu dituntaskan. Padahal dari aspek kelembagaan tidak ada persoalan, begitu pula terhadap besaran honor yang bisa mengacu pada standar harga barang dan jasa pemerintah (SHBJ). Memang saat ini terjadi efisiensi, namun harus dipertimbangkan betul karena LKK yang lain juga ada,” jelasnya.

Sekretaris Komisi D DPRD Kota Yogyakarta Solihul Hadi menambahkan, mencari kader posyandu bukanlah hal mudah, mengingat pengabdian yang harus dilakukan cukup besar. Di sisi lain, keterbatasan dukungan anggaran menjadi kendala operasional posyandu. Padahal keberadaan mereka vital dalam mendukung program-program kesehatan yang dijalankan Dinas Kesehatan. “Bagaimana mungkin kasus stunting bisa optimal ditangani tanpa peran dari posyandu. Begitu juga soal deteksi dini kesehatan. Apalagi saat ini ditambahi lagi dengan ILP atau posyandu Integrasi Layanan Primer,” katanya.

Program ILP posyandu mengubah layanan posyandu dari yang sebelumnya hanya untuk ibu dan balita menjadi layanan kesehatan terpadu bagi seluruh siklus hidup, mulai bayi hingga lansia. Program ini bertujuan mendekatkan layanan kesehatan primer ke masyarakat, termasuk skrining kesehatan, edukasi, konseling, dan pemeriksaan dasar seperti tekanan darah dan gula darah.

Solihul Hadi menekankan pentingnya kepastian dari Bappeda terkait kajian honorarium kader posyandu. “Kalau ada kajian, itu sampai kapan harus jelas karena ini adalah hak masyarakat,” tegasnya.

Sementara itu, Dinas Kesehatan memang sudah mengalokasikan honorarium sejak perubahan anggaran tahun ini dan untuk tahun depan, namun baru terbatas pada ILP posyandu dengan dua kader per kelurahan. Sehingga, belum semua kader posyandu dapat terakomodir.***

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: arri widiarto

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

X