Lebih jauh, Herry menggarisbawahi bahwa Na Willa juga merupakan bagian dari strategi besar: membuka ruang lebih luas bagi animator dan kreator lokal agar tidak hanya menjadi penonton dominasi studio global.
“Industri ini tidak bisa bergerak sendirian. Indonesia adalah negara besar, penonton kita banyak, kreator kita punya kualitas setara internasional. Jadi mengapa hanya Disney atau Warner yang mendominasi? Kita harus mulai menciptakan ruang kita sendiri," tandasnya.
Dengan Na Willa, Visinema ingin memberikan pesan bahwa setelah berlari jauh dengan Jumbo, kini saatnya kembali menengok ke dalam ke memori, ke rasa ingin tahu, dan ke dunia kecil yang membentuk diri setiap manusia. Sebuah langkah yang tidak lebih besar, tetapi lebih bermakna. ***
Artikel Terkait
Film "Bertaut Rindu” : Ajakan untuk Lebih Mendengar Antara Anak dan Orangtua
Film Believe Guncang Emosi Penonton, Sajikan Kisah Prajurit dan Ayah yang Tak Terucap
Bukan Sekadar Romansa, Film Sore: Istri dari Masa Depan Hadirkan Perjalanan Emosional Penuh Pengorbanan
Screening Perdana Film “Panggil Aku Ayah” di Yogyakarta, Penonton Disuguhi Tawa dan Haru
Film Musikal “Siapa Dia” Suguhkan Romansa, Sejarah, dan Budaya Pop dalam Empat Era
Dari Pesantren ke Layar Lebar, Wamenag Dorong Santri Berkarya Lewat Film Islami
Iko Uwais Persembahkan 'Timur', Buka Babak Baru Film Laga Indonesia
‘Sosok Ketiga: Lintrik’, Film Horor Nusantara dengan Sentuhan Emosional Siap Tayang di Bioskop
RIBA : Film Horor yang Mengingatkan Masyarakat akan Bahaya Riba dan Keserakahan
VMS Studios Ramaikan JAFF Market, Umumkan Empat Film Unggulan untuk 2026