YOGYAKARTA, AYOSEMARANG.COM– Dalam upaya membangun lingkungan kampus yang bebas dari praktik korupsi, kekerasan, dan pelanggaran etika, Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan Universitas Gadjah Mada (FK-KMK UGM) resmi mencanangkan diri sebagai Zona Integritas (ZI). Langkah ini menandai komitmen kuat fakultas untuk menciptakan Wilayah Bebas Korupsi (WBK) dan memperkuat sistem tata kelola yang transparan dan akuntabel.
Pencanangan Zona Integritas dilakukan dalam sebuah deklarasi terbuka yang dihadiri oleh pimpinan fakultas, dosen, dan tenaga kependidikan. Dalam kesempatan tersebut, Maklumat Pelayanan Zona Integritas dibacakan dan ditandatangani bersama sebagai wujud tekad kolektif sivitas akademika FK-KMK untuk membangun sistem layanan publik yang profesional, bersih, dan beretika.
Sebagai bagian dari implementasi nyata ZI, pimpinan FK-KMK UGM telah membentuk tim teknis khusus yang diketuai oleh Prof. dr. Yodi Mahendradhata, M.Sc., Ph.D., FRSPH. Tim ini akan memimpin penerapan reformasi birokrasi melalui enam area utama: manajemen perubahan, penataan tatalaksana, pengelolaan SDM, penguatan akuntabilitas, pengawasan, serta peningkatan kualitas layanan publik.
“Integritas bukan hanya milik institusi, tapi milik kita bersama. Integritas adalah nafas dari setiap pengabdian kita,” tegas Prof. Yodi dalam sambutannya. Ia menekankan bahwa integritas harus menjadi nilai yang mengakar di seluruh lapisan, dari mahasiswa hingga pimpinan fakultas.
Lebih dari sekadar jargon birokrasi, pencanangan ZI juga menjadi respon terhadap kebutuhan mendesak akan keamanan dan perlindungan hak warga kampus. Dalam beberapa waktu terakhir, FK-KMK UGM menerima puluhan laporan terkait dugaan pelanggaran etika, kekerasan seksual, maupun tindakan perundungan.
"Zona Integritas ini menjadi bagian dari upaya sistematis fakultas dalam menciptakan ruang belajar yang aman, etis, dan bebas dari kekerasan," papar Dekan FK-KMK UGM, Yodi Mahendradhata, dalam pernyataannya kepada media.
Ia menjelaskan, mayoritas laporan berasal dari internal kampus dan dilaporkan oleh mahasiswa, dosen, serta tenaga kependidikan. Seluruh laporan ditangani secara independen melalui kanal seperti Whistleblowing System (WBS) dan Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS). Fakultas juga menjamin perlindungan identitas pelapor demi menjaga keamanan dan kerahasiaan.
“Ini bukan hanya soal tata kelola yang bersih, tapi bagaimana kampus hadir sebagai ruang aman dan bermartabat. Kami memperkuat seluruh mekanisme hukum dan etika untuk melindungi warga kampus dari kekerasan, baik verbal, fisik, maupun psikologis,” tambah Yodi.
Dalam pelaksanaannya, pembangunan Zona Integritas di FK-KMK UGM berfokus pada enam program prioritas, yang masing-masing dirancang untuk merombak sistem internal ke arah yang lebih efisien, terbuka, dan responsif. Salah satu langkah konkret adalah pengembangan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (One Stop Service) yang terintegrasi secara digital. Inovasi ini akan mempercepat proses administrasi, pengurusan izin, dan mempermudah akses informasi publik.
Selain itu, fakultas sedang mengembangkan dashboard kinerja untuk memantau pencapaian target secara real time, serta memperkuat sistem penyampaian aspirasi dan aduan yang aman dan terpercaya.
“Kami ingin semua warga kampus merasa terlindungi, didengar, dan dihargai. Komitmen integritas ini bukan sekadar formalitas, tapi upaya nyata menciptakan ruang belajar yang manusiawi,” ujar Prof. Yodi.
Upaya FK-KMK UGM ini mendapat dukungan dari Satuan Pengawas Internal (SPI) UGM. Kepala SPI, Ertambang Nahartyo, menegaskan bahwa UGM memiliki kanal pelaporan yang telah berjalan, yaitu Whistleblowing System (WBS). Kanal ini menerima beragam laporan, mulai dari isu bullying, pelanggaran operasional, hingga keuangan.
“Kami menerima berbagai laporan, mulai dari bullying, pelanggaran operasional, hingga isu keuangan. Beberapa laporan ditindaklanjuti, sementara yang lain tidak bisa karena kurangnya data,” ungkap Ertambang.
Menurutnya, penting bagi seluruh unit di lingkungan UGM untuk membangun sistem pelaporan yang cepat, adaptif, dan terintegrasi, sembari membangun budaya melapor yang sehat dan aman dari intimidasi.***