AYOYOGYA.COM - Konflik antara warga Kampung Tegal Lempuyangan, Kota Yogyakarta, dan PT Kereta Api Indonesia (KAI) kembali memanas setelah adanya surat perintah pengosongan dari pihak PT KAI. Surat tersebut diterima oleh Ketua RW setempat pada Rabu, 21 Mei 2025. Dalam surat itu, warga diminta untuk segera mengosongkan dan membongkar bangunan secara mandiri.
Warga yang menempati eks bangunan Dinas dan Rumah Dinas PT KAI di kawasan Jalan Lempuyangan diminta angkat kaki paling lambat tujuh hari setelah surat diterima. Ini berarti batas akhir pengosongan adalah pada 27 Mei 2025. Pemberitahuan yang mendadak dan langsung berupa perintah tanpa tahapan peringatan membuat warga merasa terancam dan tidak dihargai.
Kondisi ini semakin membingungkan karena meskipun surat sudah diterima oleh RW setempat, warga belum mendapatkan tembusan secara langsung. Beberapa tokoh masyarakat menyebut bahwa belum ada distribusi resmi ke seluruh warga, padahal tembusan surat tersebut dikirimkan ke sejumlah instansi, mulai dari Kraton Ngayogyakarta hingga aparat wilayah.
Surat tersebut bahkan memuat peringatan bahwa jika dalam waktu yang ditentukan bangunan belum dikosongkan, maka PT KAI akan melakukan penertiban. Dalam surat itu juga dinyatakan bahwa segala risiko kerusakan atau kehilangan barang menjadi tanggung jawab masing-masing penghuni, bukan tanggung jawab PT KAI. Ini yang dinilai sebagai bentuk tekanan sepihak terhadap warga.
Warga mempertanyakan mengapa PT KAI tidak memberikan tahapan peringatan berupa surat peringatan pertama hingga ketiga. Tindakan langsung berupa perintah pengosongan dianggap sebagai pendekatan yang tidak manusiawi, apalagi tanpa dialog terbuka sebelumnya antara perusahaan dan warga terdampak.
Di tengah situasi yang memanas, warga Lempuyangan merencanakan konsolidasi untuk menyikapi langkah dari PT KAI. Konsolidasi ini dijadwalkan berlangsung pada Jumat, 23 Mei 2025. Dalam pertemuan ini, warga akan membahas langkah hukum dan sosial yang bisa ditempuh bersama lembaga bantuan hukum yang turut mendampingi.
Pada hari yang sama, warga dijadwalkan untuk bertemu dengan pihak Kraton Ngayogyakarta. Tujuan dari pertemuan ini belum sepenuhnya jelas, namun warga berharap bisa memperoleh kejelasan mengenai status lahan yang kini menjadi sengketa antara warga dan PT KAI. Mereka berharap Kraton bisa mengambil sikap yang berpihak pada rakyat kecil.
Salah satu langkah yang sedang diupayakan warga adalah pengurusan surat kekancingan, yakni dokumen resmi pemanfaatan tanah dari Kasultanan Yogyakarta. Ketua RW telah mengajukan berkas ke pihak kecamatan guna memproses surat tersebut. Hal ini dilakukan agar warga bisa mendapatkan legalitas atas tempat tinggal mereka.
Saat ini, PT KAI disebut hanya memiliki Serat Palilah, yaitu surat izin pemanfaatan tanah dari Kraton. Surat ini belum final karena baru menjadi dasar awal sebelum dikeluarkannya Serat Kekancingan. Namun, PT KAI sudah menawarkan berbagai janji, seperti uang ganti rugi dan uang pindah, seolah-olah telah memegang hak penuh atas tanah tersebut.
Warga menyayangkan bahwa perusahaan plat merah tersebut justru melangkah terlalu cepat sebelum ada keputusan final dari Kraton. Harapan mereka kini bergantung pada transparansi proses dan keberpihakan pemerintah serta Kraton dalam menjamin hak ruang hidup warga Lempuyangan yang telah tinggal di sana selama bertahun-tahun.