AYOYOGYA.COM - Dalam rangka memperingati Dies Natalis ke-79 Fakultas Kedokteran-Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan (FK-KMK) UGM, HUT ke-13 RSA UGM, HUT ke-43 RSUP Dr. Sardjito, dan HUT ke-97 RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro, FK-KMK UGM menggelar Annual Scientific Meeting (ASM).
Kegiatan ini mengambil tema "Penanggulangan Tuberkulosis dalam Perspektif 6 Pilar Transformasi Bidang Kesehatan" untuk memberikan pengetahuan dan membuka ruang diskusi serta berbagi pengalaman mengenai penanggulangan Tuberkulosis (TBC) di Indonesia, mencakup kebijakan, kemajuan teknologi, penelitian, dan implementasinya di masyarakat.
Ketua ASM 2024, Prof Yanri Wijayanti Subronto mengatakan TBC merupakan penyakit yang sangat terkait dengan kemiskinan dan pemukiman yang kurang sehat, sehingga penanggulangannya memerlukan keterlibatan masyarakat melalui upaya kesehatan berbasis masyarakat bersama fasilitas kesehatan tingkat primer dan seluruh perangkat daerah non-dinas kesehatan.
Menurutnya, perlu dukungan penuh diberikan kepada individu dengan disabilitas melalui pendekatan berbasis masyarakat untuk memberantas penyakit TB ini. Dia tak menepis bahwa kasus TB pada anak terus meningkat.
Baca Juga: Keberpihakan BRI pada UMKM, Pilar Utama dalam Menjaga Stabilitas Bisnis
Namun mendeteksi TB anak justru lebih sulit karena kebanyakan dari mereka tidak mengalami batuk seperti kasus TB pada orang dewasa.
"Anak-anak perlu kita ingat sebenarnya kalau anak ke anak itu tidak banyak karena anak itu tidak batuk. Justru repotnya itu di situ, mendiagnosis TB pada anak itu menjadi lebih sulit karena tidak batuk seperti orang dewasa, " katanya dalam konferensi pers Annual Scientific Meeting dengan tema Penanggulangan Tuberkolosis dalam Perspektif Transformasi Bidang Kesehatan di RSA UGM Yogyakarta, Sabtu (15/2/2025).
Dia menyebut terjadinya TB pada anak bisa disebabkan oleh banyak faktor mulai dari lingkungan keluarga dan lingkungan sekolah. Sebab penyakit TB ini juga sangat berhubungan erat dengan Diabetes Mellitus (DM).
Selain itu juga sering didapatkan dari orang tuanya. Karena itu, orang tua yang memiliki anak lebih mawas diri terhadap kehadiran orang lain di dalam rumah, termasuk asisten rumah tangga.
Baca Juga: MBG Masih Banyak Pakai Produk Impor, Ini Upaya Kemendiktisaintek untuk Mengatasinya
"Banyak hal, satu dari close community dulu. Orang tuanya yakin apakah orang tua itu benar-benar tidak ada TB?. Kedua adalah para guru, nah gurunya. Kita itu repotnya juga TBC sangat berhubungan dengan diabetes mellitus," ujarnya.
Karenanya, kata Yunri, pasien DM akan menjadi target kedua untuk diberikan TPT (Terapi Pencegahan Tuberkulosis). Saat ini yang diberikan penanganan TPT adalah semua pasien HIV meski tidak ada TBC.
"Justru kita berikan obat selama tiga bulan untuk mencegah dia terkena TBC karena pada HIV daya tahan tubuhnya rendah," ungkapnya.
Hal senada juga disampaikan oleh Dekan FKKMK UGM, Yodi Mahendradhata. Kata dia, TBC merupakan penyakit yang sangat terkait drngan kemiskinan dan pemukiman yang kurang sehat. Determinan sosial ekonomi sangat berdampak terhadap kejadian TBC maupun penyakit tropis lainnya.