Mitos Kampung Pulo Garut, Larangan Tabuh Gong dan Kurangi Jumlah Rumah

photo author
- Kamis, 4 Agustus 2022 | 11:00 WIB
Candi Cakuang. Situs Cakuang Peninggalan Sejarah Agama Hindu.  (Instagram @seputar_garut.)
Candi Cakuang. Situs Cakuang Peninggalan Sejarah Agama Hindu. (Instagram @seputar_garut.)

 

YOGYAKARTA, AYOYOGYA.COM- Kampung Pulo yang berada di Desa Cakuang, Kecamatan Leles, Kabupaten Garut, Jawa Barat. Desa ini tepat berada di tengah - tengah objek Wisata Situ Cangkuang.

Kampung ada ini sudah ada sejak dulu, sejarahnya berkaitan dengan seorang panglima perang kerajaan Mataram yang dipercayai sebagai tokohboenyebar agama Islam di Kota dengan jukulan Swiss van Java, yaitu Arif Muhammad.

Di Kampung adat ini terdapat situs peninggalan agama Hindu yaitu Candi Cangkuang, disebelah candi terdapat makam Arif Muhammad, uniknya makam Arif Muhammad ini memiliki desain nisan dengan posisi merunduk. Hal ini mengambil filosofi padi makin berisi makin merunduk.

Baca Juga: Mengenal 5 Tradisi Ekstrem di Indonesia, Mulai Potong Jari hingga Kerik Gigi

Berikut mitos-mitos yang terdapat Kampung ada Pulo

1. Tidak boleh menambah atau mengurangi bangunan yang ada
Kampung Pulo ini hanya memiliki 7 bangunan, yaitu 6 rumah warga dan 1 masjid. Bangunan tersebut melambangkan anak-anak dari Arif Muhammad yang terdiri dari 6 perempuan dan 1 laki-laki. 6 perempuan ini dilambangkan oleh 6 rumah, sedangkan 1 laki-laki di lambangkan oleh masjid.

6 rumah tersebut hanya terdiri satu kepala keluarga, setelah anak-anaknya menikah mereka akan tinggal di luar kampung Pulo. Rumah ini nantinya akan di wariskan kepada anak perempuan paling tua. Hal ini juga menyimbolkan bahwa rumah inj melambangkan anak perempuan Arif Muhammad, oleh sebab itu rumah ini di wariskan kepada anak perempuan. Namun bila tidak memiliki anak peremupan maka akan di wariskan oleh keluarga saudaranya. Bentuk bangunannya pun juga masih sederhana seperti dulu, tidak ada yang berubah bahkan susunannya.

Baca Juga: Ritual Cukur Gimbal, Tradisi Unik di Dieng yang Jadi Potensi Wisata

2. Memelihara hewan berkaki 4
Di kampung ini terdapat larangan memelihara hewan berkaki 4. Sebab hewan berkaki 4 cenderung memiliki kotoran yang banyak, di banding hewan berkaki 2 seperti ayam atau bebek. Larangan ini ada karena Kampung Pulo dianggap tempat suci, bahkan dahulu untuk memasuki kawasan Kampung adat ini harus berwudhu terlebih dahulu.

Selain itu, larangan memelihara hewan berkaki 4 ini karena di khawatirkan hewan dapat merusak tanaman, karena sebagian besar mata pencaharian warga sebagai tani.

3. Berziarah di Hari Rabu
Larangan ini ada karena adanya kepercayaan bahwa hari rabu merupakan hati terbaik untuk menyembah Dewa Syiwa dalam agama Hindu. Oleh sebab itu berziarah di hari Rabu, atau malam Rabu tidak diperkenankan bahkan dari dulu hingga sekarang.

Baca Juga: Tradisi Minum Teh di Jepang, Mengenal Tradisi Budaya Chanoyu

4. Menabuh Gong Besar
Larangan terakhir adalah menabuh Gong besar yang berbahan perunggu. Mitos ini berkaitan dengan anak laki-laki Arif Muhammad, dimana saat selesai di sunat, kemudian di arak dengan arak-arak, dan menabuh gong perunggu, anak Arif Muhammad tersebut jatuh lalu meninggal. Dari kejadian tersebut, masyarakat kemudian meyakini bahwa dengan menabuh gong perunggu akan menimbulkan musibah, seperti cuaca buruk angin kencang.

Adanya mitos-mitos atau larangan tersebut bukam tanpa tujuan, melainkan untuk melestarikan dan menjaga ke aslian Kampung Pulo dari dulu hingga sekarang.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Rahajeng Pramesi

Sumber: Berbagai Sumber

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

Ayo Media Network Gelar Turnamen Golf

Jumat, 3 November 2023 | 20:33 WIB
X