SLEMAN, AYOYOGYA.COM- Tambah lagi khasanah tari nusantara di Indonesia. Barusaja
Desainer internasional Bai Populo meluncurkan karya tarinya berjudul Bedhaya Asthadikpalaka.
Bai Populo menciptakan tari monumental yang menggambarkan perjalanan hidupnya. "Bedhaya Asthadikpalaka terdiri tiga tahap kehidupan saya, dari remaja, dewasa, hingga usia sepuh. Usia 60 tahun, usia titik tolak. Usia paling penting dalam hidup. Sudah ke arah tua. Ide bikin bedhaya ini muncul setahun lalu. Kami sudah mulai berproses sejak tujuh bulan lalu," terang Bai Populo dalam launching tari sekaligus perayaan ulang tahun ke-60 di Ohmmstay.
Bedhaya Asthadikpalaka karya Bai Populo digagas sejak setahun lalu.
Bai Populo yang tinggal di timur Candisari Kalasan Sleman Yogyakarta, tokoh fesyen terkenal. Setelah 30 tahun tinggal di Jakarta dan Berlin Jerman, Bai Populo memutuskan tinggal di kampung leluhurnya di Kalasan Sleman. Di tempat tinggal sekaligus sanggar seni dan studio fesyennya yang diberi nama Ohmmstay, tiap ulang tahun, Bai Populo selalu menggelar sendratari wayang orang. Sudah tergelar dua kali, dan akhir tahun ini yang ketiga kalinya. Bai Populo yang mengenal dan mendalami tari sejak remaja, ikut menari dalam pertunjukan tersebut.
Baca Juga: Selamat Tahun Baru, Wapres Maruf Amin Ajak Bersemangat Kerjakan Pembangunan di Indonesia pada 2023
Di Bedhaya Asthadikpalaka yang bermakna dewa penjuru mata angin yang mengatur dunia, pemilik nama asli Bai Soemarlono itu akan ikut menari bersama tujuh penari lain. Bai Populo memerankan Dewa Indra (timur), Reyhan (Agni/tenggara), Jojo (Yama/selatan), Momo (Niritti/barat daya), Yanu (Baruna/barat), Yolan (Bayu/barat laut), Redian (Kubera/utara), dan Dewa (Iqana/timur laut). Iringan musik digarap Anon Suneko. Dalam menggarap Bedhaya Asthadikpala Bai Populo dibantu I Made Christian Wiranata Rediana dan Lantip Kuswaladaya.
Menurut Bai Populo, perjalanan dirinya cukup panjang. Memulai karier sebagai perancang busana tahun 1994 saat tinggal di Jerman. Saat itu berusia 30-an tahun. Lalu fase usia 50-an. Kini di usia 60 tahun, Bai Populo yang telah mengalami bermacam 'rasa' kehidupan, menuangkan fase-fase hidupnya itu dalam sebuah karya tari.
"Perjalanan hidup seperti film. Mengalami up and down. Dulu penuh semangat, ambisi, kini di usia yang matang, makin sumeleh," papar Bai Populo tentang latar belakang diciptakannya Bedhaya Asthadikpalaka.
Nuansa sakral mencuat pada pertunjukkan ini. Penonton hening, terdiam, saat delapan penari mulai menggerakkan badan. Delapan penari tersebut: Bai Populo, Reyhan, Jojo, Momo, Yanu, Yolan, Redian, dan dewa. Tari Bedhaya ini istimewa karena diciptakan sebagai gambaran fase hidup Bai Populo dari usia muda, dewasa hingga tua.
Baca Juga: Pesan Jokowi di Awal Tahun: Tetap Bersama Melangkahi Ambang 2023 Menuju Indonesia yang Maju
Berkesenian sejak kecil membuat Bai Populo tak bisa lepas dari seni tradisi. Sejak beberapa tahun lalu, di sela kesibukannya Bai Populo menyempatkan diri pentas menari. Tidak hanya di Yogya dan Jakarta, juga di Sydney Australia, Berlin dan Prancis. "Orang luar negeri mengganggap saya Jerman sekali. Tapi mereka tahu, tradisi Jawa saya sangat kental sekali," terang Bai Populo yang setelah mukim di Kalasan Sleman Yogyakarta, mendirikan sanggar budaya.
Lewat program budaya yang digagas, Bai Populo berkeinginan menunjukkan sebagai orang Jawa yang penuh unggah-ungguh dan respek kepada yang lebih tua dan leluhur. Pun menghargai kesenian Jawa. Menurutnya, seni tradisi menunjukkan kepedulian manusia terhadap asal usulnya. Mencerminkan tindak tanduk kepribadian manusia.
"Seni bisa jadi identitas sebuah bangsa. Tanpa tradisi kita tidak ada identitas kuat. Kalau identitas sudah kuat, tidak akan goyah kalau terima hal baru. Negara atau orang yang tidak kenal tradisinya, tidak punya identitas atau tidak berbudaya. Saat SD, saya belajar tari gaya Solo, setelah itu gaya Yogya," tandas Bai Populo yang lahir di Magelang 25 Desember.
Baca Juga: Syarat Perjalanan KA di Wilayah Daop 6 Yogyakarta Setelah PPKM Dicabut
Bai yang pernah ikut Amazon Fashion Week 2018 di Tokyo, sempat belajar marketing di Sydney pada 1986-1990. Setelah itu ke Jerman. Niatnya ingin belajar sejarah kesenian Eropa, namun malah sukses di bidang fesyen yang membuatnya terkenal di beberapa negara Amerika, Eropa, dan Asia. Mendirikan Populo bersama temannya, Joseph Lim, warga Indonesia yang tinggal di Jerman.
Artikel Terkait
Selamat Tahun Baru, Ini Prakiraan Cuaca di Jogja Minggu 1 Januari 2023: Langsung Hujan Merata Siang Nanti
Tahun Baru, Minggu 1 Januari, Hari Pertama 2023 Tidak Ada Pemadaman Listrik di Jogja
Terbaru, Ini Jadwal Keberangkatan KRL Jogja-Solo 1 Januari, Hari Pertama Tahun Baru 2023
Masuk Tahun Baru, Jadwal KRL Solo-Jogja Minggu 1 Januari, Hari Pertama 2023
BNN Provinsi Pantau 28 Kawasan di DIY: Rawan Narkoba
Cek Google Doodle Hari Ini, Banyak Taburan Confetti Sambut Tahun Baru 2023