umum

Film Ikatan Darah Besutan Sineas Jogja Ini Curi Perhatian Dunia, Kini Hadir di JAFF

Kamis, 4 Desember 2025 | 07:21 WIB
Para pemeran film Ikatan Darah di gelaran Jogja-NETPAC Asian Film Festival (JAFF) 2025 di Empire XXI Yogyakarta. (dok.)

 

YOGYAKARTA, AYOYOGYA.COM – Setelah mencuri perhatian penonton internasional dalam world premiere di Fantastic Fest 2025 Amerika Serikat, film Ikatan Darah akhirnya diputar perdana di Indonesia dalam gelaran Jogja-NETPAC Asian Film Festival (JAFF) 2025 di Empire XXI Yogyakarta, Rabu (3/12/2025). Film ini menjadi kebanggaan baru bagi insan film Yogyakarta karena disutradarai oleh Sidharta Tata di bawah naungan Uwais Picture.

Produser Uwais Pictures, Ryan Santoso, menyampaikan antusiasmenya setelah melihat sambutan luar biasa penonton Amerika.

“Rasanya senang banget, bisa diterima di Fantastic Fest 2025 di Amerika. Kami tidak menyangka empat hari di AS sold out di studio besar. Ini adalah Indonesian made for the world. Ini kali pertama film ini diputar di Indonesia (Gelaran JAFF 2025),” ujar Ryan.

Baca Juga: Lewat Dokumenter Four Trails, Robin Lee Tampilkan Sisi Hong Kong yang Tidak Pernah Kita Lihat

Ryan menegaskan bahwa kekuatan Ikatan Darah terletak pada gaya aksi generasi baru yang memadukan elemen komedi dan drama. “Bukan hanya berantem doang. Komedi dapat, laga dapat. Kami berkomitmen membuat gebrakan baru di film aksi,” ujarnya.

Ia juga menyoroti isu kesenjangan sosial yang menjadi latar film.

“Si kaya dan si menengah ke bawah itu sangat berbeda sekali ya. Maksudnya secara perbedaan di mana yang di bawah ini rakyat yang mungkin 95 persen di Indonesia, itu makin terjerumus lah maksudnya,” ucapnya.

Sutradara Sidharta Tata mengungkapkan bahwa pemutaran film di JAFF menjadi momen emosional karena ia kembali ke kota tempat ia memulai perjalanan membuat film.

“Jadi momen emosional karena dari pertama kali membuat film di Yogyakarta dan sampai sekarang di film action ini, saya melihat diri saya dari masa itu. Film ini pulang ke rumah,” kata Tata.

Ia menjelaskan bahwa adegan-adegan dalam film ini tidak dapat dilepaskan dari realitas sosial di Indonesia.

“Ketika ada perbedaan kelas sosial, hukum prematur tajam ke bawah, tumpul ke atas. Jadi situasi-situasi itu yang kemudian jadi kayak menimbulkan konflik horizontal,” ujarnya.

Tata menyebut konflik sosial seperti masalah utang, pekerjaan, hingga kegagalan didikan kerap muncul karena adanya sistem yang bermasalah.

“Tapi kan kemudian kalau kita mengoreksi ulang soal bangsa kita, ada yang salah dalam sistem,” kata Tata.

Ia melanjutkan, “Nah yang ingin kita lihat di karakter ini adalah dampak dari sistem yang ada di negara kita. Yang akhirnya semuanya jadi prematur dan ya mereka jadi korban. Semua orang yang ada di dalam film ini sebenarnya adalah korban.” ucapnya.

Halaman:

Tags

Terkini