Waspada! Ekonom Klaim Krisis Ekonomi 2023 Bisa Potensi Parah dari 1998 dan 2008 Silam  

photo author
- Kamis, 1 Desember 2022 | 13:45 WIB
Ilustrasi ancaman resesi ekonomi di 2023. (Pixabay)
Ilustrasi ancaman resesi ekonomi di 2023. (Pixabay)

 

JAKARTA, AYOYOGYA.COM - Dampak ketidakpastian ekonomi global pada 2023 disebut akan berlangsung lama dan cukup parah. Banyak pihak meramal, ancaman resesi, tingginya inflasi, hingga pengetatan likuiditas akan semakin memojokkan ekonomi banyak negara menuju pelemahan.

"Dibanding dengan krisis-krisis ekonomi sebelumnya, seperti yang terjadi pada 1998 dan 2008, durasi, sebaran dan keparahan krisis ekonomi 2023 berisiko lebih lama dan akut," kata Kepala Ekonom PT Bahana TCW Investment Management Budi Hikmat, Rabu (30/11/2022).

Dalam kondisi terburuk, Bank Dunia meramal perekonomian global akan menyusut hingga 1,9 persen poin menjadi 0,5 persen pada 2023. Bank Indonesia (BI) juga menyatakan, melambatnya ekonomi global terutama akan terjadi di Amerika Serikat (AS) dan Eropa.

Baca Juga: Pengamat Energi UGM : Pembagian Rice Cooker Gratis Kurang Tepat

Bahkan probabilitas terjadinya resesi di AS sudah mendekati 60 persen, demikian juga di Eropa. Pemicu utama dari kondisi ekonomi AS dan Eropa adalah tingginya harga energi dan bahan makanan, serta kebijakan moneter yang diambil akan semakin mengetat.

Menurut Budi, hal ini didorong oleh konflik geopolitik multi polar dan polemik kebijakan moneter paskapandemi yang lebih membutuhkan kerja sama internasional terutama antar negara yang berseteru.

Budi menilai, pertumbuhan ekonomi telah kehilangan momentum akibat covid yang diperparah perang Rusia-Ukraina serta perang dagang AS – China. Kondisi ini meningkatkan risiko utang negara miskin dan potensi krisis pangan di sejumlah kawasan.

Baca Juga: Tanaman Genjer Disulap Jadi Minuman Yoghurt Segar oleh Mahasiswa UGM

Melansir Republika pengaruh berbagai cost-push factors paskapandemi yang pelik terutama terkait upah, gangguan rantai pasok, lonjakan biaya energi dan pangan mempersulit upaya bank sentral mengendalikan inflasi. Kebijakan pengetatan lanjutan berisiko memicu stagflasi global.

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Rahajeng Pramesi

Sumber: Republika

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

X