YOGYAKARTA, AYOYOGYA.COM -- Sinoman bisa disebut sebagai perwujudan gotong royong yang sesungguhnya di masyarakat. Sama halnya dengan pernikahan Sinoman itu sendiri, tetapi juga dapat dilihat pada acara-acara lain dalam tradisi Jawa. Pertama, ketika orang yang meninggal, tetangga dan orang-orang di daerah itu segera berkumpul di aula pemakaman untuk membantu mengatur semua pemakaman.
Dalam konteks Islam, yang mengakui adanya tradisi Taliran, Sinoman biasanya berlangsung sampai hari ketujuh setelah kematian. Dan karena pernikahan itu sendiri, Sinoman ini biasanya berlangsung selama pesta.
Baca Juga: Bakso Dijual Rp5 Ribuan di Kemasan Gelas, Warga Kaget Lihat Isinya
Sinoman ini terdiri dari seorang ibu yang biasanya membantu dapur dan seorang pemuda di desa yang membantu ibu dengan tugas-tugas yang tidak ibu lakukan, seperti mendirikan tenda dan kursi tamu dan meja. Ketika tamu pernikahan datang, Sinoman, terutama anak muda, berperilaku seperti pelayan.
Baca Juga: Piring Hermes dan Nampan Christofle Senilai Ratusan Juta di Pesta Pernikahan Paris Hilton
Ini berlanjut setelah tamu memakan hidangan yang disediakan, dan kemudian Sinoman membantu membersihkan atau membawa piring bekas ke dapur untuk dibersihkan. Ketika masih muda, para Sinoman ini biasanya secara sukarela mengenakan seragam tertentu.
Tujuannya adalah untuk memudahkan pengenalan dan menjadi fungsi sinoman. Sinoman atau kelompok pemuda ini biasanya memiliki seseorang yang ditunjuk sebagai ketua yang bertindak sebagai penerima undangan dari pemilik yang dituju. Dan pemimpin ini berbicara kepada anggota pemuda lainnya.
Baca Juga: Masjid Jogokariyan Gantikan Takjil Piring Terbang dengan Nasi Kotak
Pada umumnya tradisi ini masih dijumpai terutama di desa-desa di Jawa. Anda dapat menyewa EO atau WO di kota, dan Anda juga dapat memesan makanan dengan katering.
(Faisal Hendrawan Dwi Janarko/Ayoyogya.com)